Saya ingat, setahun
yang lalu saya masuk jurusan ini 'by accident' karena jurusan yang saya tuju
tidak membuka pendaftaran di semester ganjil. Alhasil ketika saya menerima
surat pemberitahuan kelulusan yang saya rasakan adalah keresahan bercampur
dengan kegembiraan. Resah karena bukan jalan ini yang saya harapkan (sambil
berpikir mana mungkin saya menikmati belajar materi yang tidak saya inginkan)
dan gembira karena orang tua saya ternyata lebih bahagia berkali-kali lipat
dari apa yang saya rasakan. Saya tidak tega memupus kebahagiaan umi dan abi
yang terpancar sedemikian jelasnya di mata saya.
Akhirnya, saya
meminta solusi terbaik dari Pencipta yang paling saya percayai lebih dari
apapun. Berminggu-minggu saya bermunajah dengan berbagai cara semacam qiyamul
lail, puasa sunnah, membaca Al Quran lebih lama dan meresapi setiap momen
dimana saya akan mendapatkan petunjuk; hingga cara paling aneh sekalipun
semacam berdialog dengan diri sendiri di depan cermin atau curhat pada plafon
kamar sebelum acara tidur malam. Sampai akhirnya saya mengambil keputusan untuk
tetap melanjutkan apa yang telah saya mulai.
Pada sesi pengenalan
subjek mata kuliah, ternyata 'kecelakaan' pengambilan jurusan tidak hanya
dialami oleh saya seorang. Tetapi hampir semua teman seangkatan saya mengalami
hal yang sama. Setidaknya saya bisa bernapas lega karena saya tidak
'kecelakaan' sendirian. Anehnya lagi, semua dosen-dosen pengampu mata kuliah
jurusan ini mengatakan kalau 'kecelakaan' itu hal lumrah yang biasa mereka
dengar dari mahasiswa. Saya jadi tepuk jidat dan menyesal kenapa beberapa waktu
yang lalu saya sempat galau dan resah.
Setelah mengenali
jurusan ini dengan lebih baik, bukannya saya melanjutkan rencana mutasi ke
jurusan Susastra tapi malah jatuh cinta dengan kerumitan pola pikir dalam
cultural studies yang saya dalami. Jurusan anti-mainstream ini sebenarnya
bukanlah jurusan istimewa seperti yang kamu bayangkan. Tetapi jurusan ini lebih
dari cukup untuk menumbangkan segala hal yang kamu percayai secara alamiah.
Seperti misalnya kamu percayai secara alamiah bahwa perempuan itu tak perlu
bekerja di ranah publik, karena perempuan mestinya hanya diberi jatah domestik
saja. Namun ternyata di cultural studies semua yang dianggap alamiah itu hanya
mitos belaka. Itulah gambaran mudahnya. Amunisi yang lebih dari cukup untuk
memahami sastra lebih dalam dan transparan.
Talk with my self
Yogyakarta, 25
Oktober 2014
Agen Judi Bola
BalasHapusAgen Judi Online
Agen Judi
Agen Bola
Agen Sbobet
Agen Bola Ibcbet
Agen Casino Online
Agen Terpercaya
Agen Judi Terpercaya
Agen Judi Terbaik