I am Sorry, I Can't Be Perfect

Dear father,
Maaf... Saya tidak bisa menjadi seperti apa yang engkau harapkan. Saya berharap kali ini engkau tidak salah paham lagi pada saya. Saya mengerti, sangat mengerti, bagaimana engkau tidak pernah absen sedetikpun memberikan segalanya untuk saya. Namun, sungguh saya tidak bisa memberimu apapun kecuali rasa terima kasih tak berkesudahan. Terima kasih atas bahagia dan rasa sedih yang lebih dalam dari apa yang saya rasakan. Terima kasih untuk pelukan dan rasa depresi yang dalam ketika saya sedang sakit. Terima kasih untuk cecap doa yang engkau limpahkan setiap waktu. Terima kasih untuk airmata yang menahan saya dari rasa sakit dan kelumpuhan. Jika bukan karena engkau dan atas nama engkau, saya tak akan pernah mendaki setinggi ini. Saya akan menjadi manusia. Manusia ini yang suatu hari nanti akan menjamin semua airmata dan kesedihan yang engkau rasakan terbayar dan terlunasi.

Dear mother,
Maaf... Untuk kedekatan kita yang tersekat. Saya menyadari betapa sekat ini sebenarnya membawa saya pada rasa bersalah yang tak termaafkan. Semestinya saya membiarkannya berlalu. Untuk sekat sebanyak 7 tahun dimana sebenarnya aku membutuhkan engkau lebih dari yang terbayangkan. Dan untuk sekat tak terkatakan yang membuatku semakin jauh dan menebalkan sekat kita selama ini. Namun, diluar semua sekat-sekat itu saya paham bagaimana rasanya jika engkau tahu bahwa saya telah memasang sekat tersebut selama bertahun-tahun lamanya. Saya tak akan termaafkan, tak mengapa. Sekat itulah yang sebenarnya membuat saya mampu melihat hatimu lebih dekat. Betapa perihnya hidup yang kau lalui selama ini. Diluar keterpaksaan dan pertaruhan hidupmu yang sesungguhnya, engkau malah membuat sumber kasih sayang yang tak pernah mati. Engkau memeras cinta termurni dari luka-luka hidup yang telah engkau lalui. Saya tahu itu dengan pasti, karena itulah sesungguhnya saya yang berhutang hidup dan rasa terima kasih paling banyak dari engkau. Izinkan saya belajar lagi darimu. Belajar memaafkan diri saya sendiri dengan melihat semua langkah yang telah engkau buat.

Dear sisters,
Maaf... Saya tidak menjadi saudaramu yang sesungguhnya ataupun menjadi salah satu bagian dari diri kalian yang indah seperti yang kalian bayangkan. Saya hanya peduli pada diri sendiri. Tak selayaknya saya menjadi bagian dari diri kalian sementara saya dengan begitu egoisnya selalu meletakkan kepentingan diri sendiri digarda paling depan. Saya tak pernah menjadi pelengkap rasa butuh dan sandaran bagi keresahan kalian. Pada akhirnya, sayalah yang belajar dari kalian. Saya tak pernah memberi apapun pada kalian, namun sebaliknya saya selalu menerima kehangatan-kehangatan dan tawa dari kalian. Selain rasa terima kasih tak terperi, tak ada satupun yang bisa mewakili pengorbanan dan kebahagiaan yang telah kalian limpahkan kepada saya.

Dear buddy,
Maaf... Karena tak pernah menjadi seseorang yang berarti untukmu. Sebaliknya, saya selalu menculik mimpi-mimpi dan inspirasi darimu demi menyingkap semak belukar kesulitan dalam hidup saya. Entah seberapa besar rasa kecewamu pada saya hingga detik ini. Akan tetapi, kau tak pernah pergi dari sampingku. Selalu berada diposisi siaga menjadi sandaran pertama untuk semua rasa takut dan gentarku. Maafkan... Saya sungguh-sungguh minta maaf atas kualitas dan kekuatan inspirasi dalam hidup yang kau pinjamkan pada saya malah hancur dan sia-sia. Suatu hari nanti, saya akan mengembalikannya padamu.

Dear someone I hate the most
Maaf... Saat itu saya masih terlalu kecil untuk memahami hidup yang sesungguhnya. Saya butuh perjalanan selama bertahun-tahun untuk menemukan kedewasaan diri saya. Dan kau menjadi salah satu bagian terfatal dalam kalender sejarah perjalanan saya. Karena itulah, maafkan saya masih belum mampu memaafkan. Namun, kaulah lakon utama kepahitan hidup yang saya ingin sekali berterima kasih sedalam mungkin. Terima kasih telah mengajarkan saya pada gelapnya hidup di masa lalu. Bagi saya, luka yang sempat kau torehkan adalah jalan lain membaca rumitnya kehidupan. Saya belajar menghargai kebahagiaan dan penerimaan dari kesedihan dan pelarian.

Dear teacher
Maaf... Saya sudah sejauh ini dari mimpi manusiawi yang pernah kau bisikkan di telinga. Terima kasih untuk jalan lurus yang tak pernah berhenti kau tunjukkan pada saya. Saya tidak pernah menyangka kalau saya sebebal ini dengan semua nasehat-nasehat dan pilihan hidup yang pernah kau sodorkan ke hadapanku. Saya tak pernah mendatangi jalan lurus yang dulu sempat kau tunjukkan, sebaliknya saya memilih datang melalui jalan terjal paling beresiko demi mengkhidmati perjalanan diri sendiri. Demi sebuah kejujuran pada diri sendiri.

Dear someone I loved,
Saya mencintaimu dengan sungguh-sungguh. Entah bagaimana caranya saya jatuh cinta padamu dengan tragis dan tanpa penyesalan sedikitpun. Terima kasih memberi saya kesempatan langka dengan luka, rindu, dan perasaan mati suri karena takut kehilanganmu. Kalaupun ditanya saat inipun, saya masih mencintaimu. Hanya saja saya mencintaimu dengan cara berani melepaskanmu dengan sempurna. Maaf... Jika di masa itu saya sempat menyakiti dan membuatmu menangis agak lama sebagai seorang laki-laki. Darimu, saya belajar mencintai tanpa takut kehilangan dan berhenti. 

Dear Islam,
Maaf... Karena baru kali ini saya merasakan betapa dahsyatnya maknamu dalam perjalanan yang saya tempuh. Saya merasakan penerimaan dan kebebasan luar biasa dalam lingkup pelukanmu yang nyaman. Saya merasakan jalan uluhiyah yang pernah kau bisikkan ke dalam celah-celah hati. Saya telah berhadapan dengan agama-agama selain dirimu, betapa menakjubkannya mereka, betapa menyejukkannya mereka. Namun, yang terjadi bukannya kegoyahan ataupun rasa bingung tak berkesudahan. Saya berlari dengan bahagia kepelukanmu. Menyelimuti diri dengan kehangatan dan misterimu. Dan maafkan, karena saya tak pernah sempurna di matamu. 

Dear my soul,
Maaf... Karena sudah membuatmu terendap begitu lama dalam kebohonganku pada diri sendiri. Entah berapa kali engkau meminta saya untuk membebaskanmu. Kini, saya mempercayaimu sepenuhnya dalam makna bahagia dan penerimaan yang seluas semesta ini. Maafkan, karena saya tak pernah menjadi sempurna.

Yogyakarta, Last Night
24 Oktober 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar