Dear Allah, This Is My Way





Ketika saya masih duduk cantik di kelas terakhir SMA, saya pernah mendengar kata-kata mutiara dari salah seorang guru agama saya (guru pelajaran Sharaf / Amsilath Tashrifiyah). Kata-kata mutiara itu berbunyi: semakin kamu mengenal dirimu, kamu akan mengenal Allah SWT. Otak domblong saya tidak memahami kalimat filosofis seperti itu. Berhubung beliau (seorang guru yang ganteng) mengajar kaidah bahasa Arab, saya memakluminya karena beliau pasti memahami maksud dari kata-kata tersebut. Saya yang saat itu sebenarnya sangat penasaran dengan maknanya, terpaksa menahan diri karena malu ingin bertanya pada guru ganteng yang masih single.

Beberapa guru yang saya tanyai tentang hal itu juga tak memberikan jawaban yang membuat saya memahaminya. Jawaban teraneh dan paling menggantung di dunia ketika itu malah datang dari guru lain yang sama-sama mengajar Sharaf. "Suatu hari nanti kamu pasti akan mengerti". Akhirnya, saya menyerah hingga masuk ke perguruan tinggi lalu bertemu dan berkenalan dengan dunia Sastra. Saya menemukan sebuah jawaban yang cukup untuk membuat sebuah gerbang besar terbuka dengan sendirinya (saya lupa bagaimana mendapatkan jawabannya). Lalu perlahan mempersilahkan saya masuk dan menemukan jawaban-jawaban lain yang saling berkelit-kelindan.

Jadi, inikah maksud dari kalimat tersebut. Semakin saya melihat ke dalam diri saya sendiri, maka saya semakin paham siapa diri saya dan bagaimana Allah kemudian hadir di dalam setiap langkah pemahaman saya tentang diri sendiri. Awalnya, saya memahaminya melalui hal-hal sederhana seperti bagaimana pencernaan manusia bekerja, panjang sel-sel dalam tubuh setiap manusia yang mencapai tujuh kali putaran bumi, dan berbagai ensiklopedi lainnya yang saya temukan secara acak lewat majalah-majalah dan koran-koran. Kemudian berlanjut pada ranah metafisik seperti harapan, muhasabah, doa, dan berbagai hal lain yang menghubungkan dialog transendental.

Pada akhirnya, ternyata saya masih berada diporos permukaan paling luar untuk memahami makna itu. Semakin saya menggali lebih dalam, semakin banyak saya terguncang dan tertekan pula. Sampai akhirnya, saya menjadi manusia kesekian yang bertanya hati-hati lewat dialog bersamaNya di siang bolong: "Ya Allah, Apa maksud dari kehidupan ini?" sambil sesegukan menghitung mundur sang waktu sampai akhirnya tertidur dan lupa lagi bahwa pertanyaan itu harus saya cari jawabannya sebelum terlambat.

Yogyakarta, 20 Oktober 2014
Sekarang pukul 03.08 WIB (Diiringi lagu Doel Sumbang -- Laut)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar