Bitter Past




Itu terjadi sekitar tahun 2011 yang lalu. Hal yang ingin sekali saya lupakan tentang masa akhir studi saya di strata satu dulu. Hal itu berkenaan dengan tugas akhir saya di kampus, skripsi. Saya ingat sekali, dulu saya sempat terpikirkan untuk mengambil judul skripsi dari salah satu tugas mata kuliah Advanced Prose yang bertemakan tentang kekerasan terhadap perempuan di dalam karya sastra klasik yang ditulis oleh Charlotte Bronte, salah satu dari Bronte bersaudara, yang berjudul Jane Eyre. Saya jatuh cinta pertama kali pada Jane Eyre ketika salah seorang sahabat saya membawa buku terjemahan berbahasa Indonesia ke hadapan saya. Saya sempat membolak-balik buku terjemahan tersebut sambil mendengarkan saran sahabat saya untuk menjadikannya sebagai bahan analisa untuk skripsi. Saya tersenyum di dalam hati dan langsung menjadikannya bahan mentah ketika ada tugas membuat mini riset untuk materi Advanced Prose.

Ketika pengumuman pengajuan judul proposal ditempel di fakultas, saya terinspirasi untuk melanjutkan mini riset saya ke penelitian yang lebih kompleks, skripsi. Saya berpikir pasti itu menyenangkan sekali karena yang perlu saya lakukan adalah mendengarkan saran dari dosen pembimbing tentang teori-teori pijakan yang harus saya pakai di dalam penelitian. Saya bahagia karena judul yang saya ajukan tidak ada perdebatan sama sekali dengan dosen bidang akademik jurusan saya. Esoknya, ketika teman-teman mulai bingung dan galau karena judul yang mereka ajukan tidak mendapat persetujuan, saya dengan santainya melangkah pulang ke rumah dan memberitahu semua orang tentang kabar baik tersebut.

Setelah itu, saya diberi waktu sekitar 3 bulan untuk melakukan pembimbingan dan mengendapkan hal-hal yang saya ketahui selama masa kuliah. Kecewanya, saya yang saat itu tidak lebih dari sekedar mahasiswa bodoh terlalu mengandalkan pengetahuan dan arahan dosen pembimbing skripsi saya. Beliau tidak tahu persis tentang konsep di dalam judul yang saya ajukan. Saya kelewat dodol mencari bahan bacaan teori tentang psikologi kekerasan terhadap identitas perempuan. Alhasil, yang saya lakukan keluar cukup jauh dari jalur yang saya harapkan. Saya kecewa pada diri sendiri, sakit hati pada usaha minimal yang saya lakukan, sedih karena akhirnya saya mau-mau saja diarahkan ke jalan yang jauh berbeda dari visi saya. Itulah kekecewaan besar yang membuat saya tidak menikmati kuliah saya ketika strata satu dulu. Saya sama sekali tidak bangga dengan nilai yang saya dapatkan.

Penelitian yang saya lakukan benar-benar menyebalkan dan sembrono karena saya hampir tidak pernah melakukan bimbingan dengan dosen. Hal itu bukan karena saya tidak suka beliau sebagai dosen pembimbing, tetapi karena menurut saya beliau tidak bisa mengarahkan saya pada jalur dan visi yang ingin saya tuju. Ketika pembimbinganpun saya sudah bisa menebak apa yang akan beliau katakan pada saya. Saya harus mengubah ini dan itu, menambah dan mengurangi bagian yang ini dan itu. Karena itu akhirnya saya malas-malasan melakukan penelitian untuk tugas akhir. Then, how did you finish it and got bachelor degree? Its so simple (little bit hard actually) ... Karena saya melakukan penelitian itu setengah hati akhirnya mau tidak mau karena tuntutan akademik saya tetap harus menyelesaikannya. Tentu saja dengan tetap berpegang teguh pada arahan dosen pembimbing saya. Saya mempelajari teori-teori psikologi sastra umum hanya agar saya bisa menjawab pertanyaan dosen penguji nantinya, bukan untuk memberi sentuhan kualitas terbaik bagi tugas akhir saya. Kesalahan fatal memang bagi saya dan juga beliau, tetapi kesetengahhatian saya membuktikan bahwa di dalam penelitian itu tak ada passion saya.

Saya kecewa dan cukup menyesal saat mengingat dosa besar itu. Saya kecewa terutama pada diri saya sendiri karena terlampaui mempercayakan peta penelitian saya pada dosen saya, sampai akhirnya saya terkurung pada kegagalan. Saya kecewa karena tidak mampu keluar dari kotak dan tak ada yang mampu memberi saya kunci untuk mengeluarkan diri dari sana. Karena itulah, saya ingin membayar kegagalan itu. Saya ingin menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik meskipun saya tidak bisa kembali pada masa tiga tahun silam. I just need to be better and learn from my bad experience in the past. I should be chin up to show that I can truly know what I really want to be.

Sudut Yogyakarta yang panas dan mendung
'15th October 2014'
21.37 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar