Rurouni Kenshin
(Samurai X) :: it should be my serious days without doubt
Apa yang terjadi
dengan saya minggu-minggu ini? Indeed, I felt tragic just because of an
illusion. Himura Kenshin dan Kamiya Kaoru. Both are the reason of my
biggest distressed. Benar, pada awalnya saya hanya berniat menghibur diri
sendiri sejenak dan beristirahat dari kesibukan dan kerempongan menata proposal
penelitian. Film adalah pelarian terbaik karena yang saya butuhkan Cuma
peleburan dan kesantaian emosi saja.
Melihat betapa menyedihkannya movie
storage saya yang hanya dua item (Rurouni Kenshin dan Kungfu Panda) yang
sudah tersimpan secara abadi sejak tiga tahun lalu, akhirnya saya menuju ke
warnet dekat rumah kos. Mengubrak-abrik folder film animasi yang bisa menghibur
dan akhirnya saya ketemu dengan film yang populer pada tahun 2001 dulu: Samurai
X. Indeed, teramat terlambat untuk merasa sedih dengan film yang populer ketika
saya masih duduk di bangku SD itu. Ada sekitar 95 episode yang sengaja
ditayangkan di Indonesia dan ada beberapa yang rilisnya dari OVA (atau bisa
dibilang original version) yang terhapus dari penayangan. Ada beberapa pula
yang sengaja saya donlot karena saya penasaran dengan kisah lengkapnya duo
kekasih Himura Kenshin dan Kamiya Kaoru yang menyedihkan.
Itulah awal
terjadinya bencana dan kiamat kecil untuk emosi saya. Kesedihan, rasa cinta
yang terlampaui dalam, penyesalan, dan ironi-ironi hidup kedua tokoh itu
mendadak mengguncang hidup saya selama seminggu lebih (#menyertakan ekspresi
lebay tapi nyata). Perpisahan, pertemuan, lalu perpisahan lagi selalu menjadi
jarum dan benang terbaik untuk hati manusia. Pengarang, tepatnya Nobuhiro
Watsuki benar-benar menyerahkan emosi yang mengguncang itu dalam kedua tokoh
tak nyata itu. Mengapa mendadak seperti itu? Berikut jawaban saya…
Semenjak saya memasuki
dunia Kajian Budaya dan Media, perasaan saya terlampaui sensitive untuk
menyadari bahwa adegan-adegan dalam film itu tidak nyata dan hanya gerakan buatan
saja sehingga saya tidak bisa menikmati hiburan tersebut sepenuhnya. Akhirnya,
mau tidak mau saya beralih pada film animasi atau film 3D. Saya berpikir,
apapun ideology yang ada di dalam film asalkan itu mengajarkan kebaikan dan
kebajikan kepada manusia saya tak keberatan menonton dan mengunyah mitos-mitos
di dalam multimedia tersebut. Lalu, mengapa dengan Himura Kenshin dan Kamiya
Kaoru? Selain pemilihan instrument yang benar-benar mellow dan lagu-lagu yang
mengguncang emosi, plot yang dihadirkan Nobuhiro lewat kisah cinta keduanya
benar-benar rumit dan sejujurnya saya tidak benar-benar memahaminya. Setelah
Himura menjadi seorang pengembara selama bertahun-tahun demi mencari kedamaian
di dalam dirinya sendiri setelah menjadi seorang pembantai, ia menemukan muara
hidupnya di dalam diri Kaoru. Mereka berpisah, lalu bertemu, dan kemudian
berpisah lagi, sampai akhirnya Himura menemui ajal dipangkuan istrinya
keduanya, Kaoru setelah mencoba bertahan menghadapi penyakit kulit yang
mematikan. Kesalahannya di masa lalu ketika menjadi seorang pembantai berdarah
dingin harus dibayar dengan harga yang sangat mahal, kebahagiaannya sendiri.
Hal yang belum saya
pahami adalah, kalau Himura masih ingin mempertahankan kebahagiaannya lalu
kenapa dia memutuskan meninggalkan istrinya selama bertahun-tahun untuk
mengembara lagi? Lalu, kenapa Kaoru tidak mencegah suaminya pergi sementara
akar kebahagiaannya ada di dalam diri Himura? Hadowh,,,, tahukah seberapa
frustasinya saya dengan jalan pikiran si Nobuhiro yang ujug-ujug membunuh
tokohnya sendiri diakhir cerita? Saya bahkan insomnia dan bangun di
tengah-tengah malam hanya karena saya memikirkan perjuangan hidup kedua tokoh
tersebut. Tidak bisa tidur dengan baik dan paginya kepala saya nyut-nyutan.
Saya mencoba menjawab dengan meyakinkan diri sendiri kalau di dunia ini ada
sejuta manusia maka ada sejuta cara mencintai, sejuta jalan hidup yang berbeda,
dan sejuta kebahagiaan versi sendiri-sendiri. Tapi saya tidak benar-benar bisa
meyakinkan diri sendiri kecuali dengan membiarkan saja cerita itu mengalir apa
adanya.
Mencari obat
kegalauan saya, akhirnya saya mencari fan fiction yang ditulis akibat
kekecewaan penonton pada ending OVA Samurai X. Semakin jauh saya membaca, saya
semakin tidak mengerti apa-apa. Fan fiction membuat saya semakin galau karena
saya hanya menemukan ending yang sama dengan kisah asli yang ditulis oleh
Nobuhiro. Kematian tokoh utama dikisahkan dengan penuh emosi kesedihan dan
penerimaan yang tidak saya pahami. Awalnya, tokoh utama Himura Kenshin berjuang
mati-matian untuk tetap survive di dalam perang paling mengerikan
sekalipun, karena ia tahu bahwa ia harus hidup demi kebahagiaan seseorang di
sana dan demi orang-orang yang dulu pernah berjuang mempertaruhkan nyawa demi
kehidupannya. Karena itulah, kalau penonton hanya melihat serial animasi yang
ditayangkan televisi Indonesia, endingnya tidak semenyedihkan yang ditayangkan
oleh OVA.
Lalu, kenapa saya
harus galau dengan kisah yang hanya narasi, fiksi bahkan tokohnyapun hanya
eksis di dalam gambar saja? Jawaban saya sebenarnya tidak sesederhana itu, saya
menyadari betul bahwa kisah dan tokoh itu hanya fiktif belaka. Tetapi, ada yang
nyata di sana. Itu adalah gambaran emosi manusia yang diletakkan di dalam
sebentuk gambar. Kenyataannya adalah kamu benar-benar merasakan makna setiap
momen di sana. Momen lucu, kegetiran, kebahagiaan, cinta, ketulusan, dan
pengorbanan yang diadopsi dari semua perjuangan hidup manusia. Terutama, hal
yang membuat saya distressed adalah karena saya belum bisa menemukan jawaban
tentang cara bagaimana mereka (tokoh-tokoh tersebut) bahagia sesuai dengan
versi mereka, berpisah.
When you are looking
at a flower, do not just feel the beauty of it but absorb its way of life and
grow. Then, you’ll know the reason why they are exist in this world.
October, 11, 2014
Yogyakarta, I write
this tragic feeling in my box.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar