Rurouni Kenshin Part 2: What Happened With Me?




Hari ini, demi mengurangi guncangan emosi dan kegalauan saya yang berlebihan, saya berniat tidak melanjutkan nonton film menyedihkan ini. Selain Inuyasha dan Sakura (film kesukaan saya dulu ketika masih SMP) akhirnya kini saya menambah daftar minat saya pada film animasi Jepang, Rurouni Kenshin. Guncangan emosi yang satu ini cukup merugikan karena kapasitas belajar saya berkurang sangat drastic, kalau tidak mau dibilang tidak belajar sama sekali selama beberapa hari ini. Selain itu, kesehatan saya mendadak terancam karena tidak ada makanan yang bisa masuk, kecuali air putih. Kalau kamu membaca tulisan ini kamu akan berpikir bahwa saya terlalu berlebihan dan mendramatisir plot film yang nyata sekali ketidaknyataannya. Saya hendak meyakinkan diri dengan pernyataan sederhana seperti itu tetapi entah kenapa saya seperti terlanjur kepleset dan akhirnya jatuh juga. Harus ada seseorang yang membangunkan saya, apapun resikonya, dari emosi yang dramatis ini. Karena saya harus kembali menyusun proposal penelitian untuk tesis saya yang akan dipresentasikan sekitar akhir Oktober nanti (crying).

Seorang teman mencoba membantu saya bangun dan bilang kalau kisah mereka itu memang dibuat demikian supaya mereka tetap menjadi yang terbaik di atas panggung. Sandiwara mereka itu buatan yang sangat nyata, karena itu saya harus segera menyadarkan diri bahwa saat ini saya ada di kursi penonton sedangkan mereka ada di panggung teater bernama layar computer. Bukan di ruang nyata tepat di hadapan saya. Demi mengeluarkan diri saya dari dimensi membingungkan ini.

Apa yang terjadi dengan saya? Sebegitu kesepiannyakah saya sampai-sampai saya merasakan perasaan Kaoru dengan baik dengan menata dimensi emosi saya melampaui ruang dan waktu? Sebegitu miripkah kisah saya dengannya sampai saya tidak bisa memahami jalan yang ia lalui? (wake me up, please). Saya hampir seperti seorang yang patah hati dan mengalami de javu karena animasi aneh ini. Saya berniat menghapusnya, tetapi keputusan itu seakan-akan menjadikan saya seorang gadis pengecut yang hanya takut pada plot film. Lalu, bagian manakah yang membuat saya cukup resah dan sedih? Kematian Himura? Bukankah dia mati dengan bahagia dipangkuan istrinya? Lalu, yang sebelah mana?

Begitulah kira-kira pertanyaan-pertanyaan yang membuat saya tersandera oleh plot film fiksi ini. Saya berusaha melarikan diri dengan mengumpulkan potongan-potongan realitas agar saya segera bangun dari mimpi dan melanjutkan hidup seperti biasanya. Saya sejenak teringat momen atau even ketika saya menonton film horror atau film thriller pembunuhan yang menjijikkan. Saya biasanya tidak bisa tidur selama beberapa hari bahkan terbawa sampai mimpi pula. Tetapi, setahu saya, ini adalah drama terparah yang saya alami dalam sejarah saya menonton film. (falling down again)


Yogyakarta, 11 Oktober 2014
Di sudut kecil kotak kamar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar