When I Should Say More Than Thank You...


Bicara, tertawa, berteriak dan bahkan terhenyak memandangmu adalah sebuah bahagia yang mengalir seperti pasir waktu. Mensyukuri bahwa engkau masih ada di sini menampakkan sebentuk senyum nyata dihatiku. Lalu, kemarin tiba-tiba engkau bicara tentang sebuah waktu. Waktu yang tak kusadari akan menjelma sekencang ini, menggilas segenap kesadaran penuhku bahwa engkau sebentar lagi akan berlalu seperti mereka yang berdetak maju. Semoga tak ada yang kusesali selain bahagia yang terlanjur ku kemas dalam memori abadiku. Semoga aku juga tak menyalahkan waktu untuk sebuah perpisahan yang mungkin tak tertahankan sakitnya. Dan juga semoga aku tak lagi mengenal bahagia lewat waktu yang menghela secepat laju angin berlalu.

Belum sempat aku belajar tegak bagaimana berjalan dan tersenyum kembali seperti semula tatkala perpisahan menembus raga. Namun, betapa terima kasih yang lebih dari sekedar bahasa dan kata harus kuberikan padamu. Sebab, memberi kesempatan mengukir cerita berbeda di salah satu ruas jalan hidupku. Terima kasih, sebab kadang tiba-tiba memelukku dan membuat beban-beban lain dihatiku meluruh seketika. Terima kasih, sebab mengimbangi dan mengiringku dengan ketaksempurnaan yang ku miliki. Terima kasih, karena adakala membagi bahagia mesti hanya lewat mata dan senyum di balik pedih yang sama-sama kita rasa. Terima kasih telah menjadi secangkir pahit manis cappuccino diperjalanan panjangku yang selalu singgah tak terduga. Terima kasih sebab mampu mengaksarakan rindu yang sesamar kabut menjadi seterang pelangi. Terima kasih karena mampu bertahan di sisiku hingga detik ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar